Hampir Menyerah, Fitri Bangkit Karena Yakin Allah Tidak Akan Menguji Diluar Batas Kemampuannya

Hampir Menyerah, Fitri Bangkit Karena Yakin Allah Tidak Akan Menguji Diluar Batas Kemampuannya

Duniaperempuan.my.id, BEKASI – TAK punya pengalaman kerja sama sekali membuat Fitri Ramayanti terguncang hebat saat menghadapi kenyataan bahwa ia harus menjadi tulang punggung bagi keluarga kecilnya.

Rumah tangga yang ia bina tidak berjalan mulus. Sehingga perempuan kelahiran 25 November 1981 ini harus berjuang mencari nafkah sendiri.

Sementara disepanjang hidupnya, Fitri yang berasal dari keluarga berkecukupan, belum pernah bekerja. Ia  menikah diusia yang terbilang masih belia, 18 tahun.

Namun dua tahun setelah menikah, ibunya meninggal karena kanker. Setahun kemudian ayahnya menghembuskan nafas terakhir karena sesak nafas.

Saat menikah, Fitri fokus mengurus ketiga buah hatinya. Urusan nafkah sehari-hari, Fitri mengandalkan pemberian suami.

Itu sebabnya ketika rumah tangganya kandas karena satu alasan tertentu,  Fitri langsung diserang rasa takut yang berlebihan. Ia harus mandiri, mencari nafkah sendiri demi memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan anak-anak.

“Jujur, aku kalut saat itu. Apalagi orangtua tempat aku mengadu sudah meninggal,” ucap perempuan yang baru saja berulang tahun ini.

Fitri takut tak bisa membiayai anak-anaknya, takut gagal berperan sebagai orangtua. Takut tak bisa bekerja karena disepanjaang hidupnya ia belum pernah bekerja.

Memikirkan itu semua seorang diri membuat Fitri menangis sejadi-jadinya. Beban hidup yang berat itu harus dipikulnya seorang diri.

“Hampir setahun saya terus menangis, menangis dan terus menangis. Berat sekali hidup yang saya jalani. Saya terus berpikir, apakah saya bisa? Pekerjaan apa yang harus saya lakukan?. Bagaimana kalau saya tidak bisa dan bagaimana nasib anak-anak saya nanti. Memikirkan itu semua membuat saya pusing dan hanya menangis,” kenang perempuan berusia 43 tahun ini.

Hingga suatu ketika, sempat terlintas di benak Fitri untuk menyerah dengan semua ini. Ia sempat berpikir untuk mengakhiri hidupnya.

“Mungkin karena ilmu agama saya kurang. Jadi sempat berpikir seperti itu. Apalagi kalau lihat pisau itu kayaknya ingin langsung mengakhiri hidup saja,” ungkapnya.

Tapi pikiran negatif itu ditepisnya jauh-jauh. Yang terbayang wajah ketiga putrinya yang cantik. “Kalau saya tidak ada, bagaimana nasib mereka,” ujarnya.

Belajar Agama Lebih Dalam

Fitri akhirnya mendekatkan diri kepada Allah dengan belajar agama lebih dalam lagi. Ia kemudian bertemu seorang guru ngaji yang banyak memberinya nasehat. Guru ngaji itu juga memberinya motivasi dengan mengutip ayat-ayat Al Quran.

“Guru saya memberi nasihat bahwa, Insya Allah saya bisa menghadapi cobaan ini. Karena Allah tidak akan menguji hambanya di luar batas kemampuannya. Jadi Insya Allah saya mampu, hanya saja saat itu mungkin saya belum menemukan solusinya,” ujar Fitri mengenang nasehat sang guru.

Fitri bersama putri bungsunya. (Foto: Dok Pribadi)

Mendengar wejangan gurunya, Fitri tersadar. Setiap orang mendapat cobaan yang berbeda. Bahkan banyak yang lebih berat darinya.

Namun ia percaya Allah tidak akan menguji hambanya di luar batas kemampuannya. Itu sebabnya, Fitri langsung  bangkit dari rasa putus asa.

“Saya tidak boleh menyerah. Saya yakin, Allah tidak mungkin menguji seorang hamba diluar batas kemampuannya. Saya percaya itu. Inilah yang membuat saya bangkit saya berpegang pada nasehat guru saya ini. Selama kita, ikhlas dan  percaya kepada Allah, Insya Allah ada jalan,” tegas Fitri dengan mantap.

Sepenuhnya, ia bersandar kepada Allah, dalam sholatnya Fitri berdoa, agar Allah memberikan dia jalan untuk mendapatkan rezeki yang halal dijauhkan dari yang haram.

“Pelan-pelan saya mulai belajar agama, belajar mengaji. Menjalankan sholat lima waktu. Ada rasa tenang. Hingga kemudian Allah memberi saya rezeki melalui cara yang tak terduga. Alhamdulilah. Saya percaya selama kita bersandar kepada Allah, Insya Allah ada jalannya,” ucapnya.

Tiba-tiba Allah memberi jalan, Fitri tidak perlu membayar kontrakan. Ia bekerja di rumah ibu pemilik kontrakan, membantu membereskan rumah dan menggosok (setrika). Selain itu, ia mendapat orderan dari tetangganya untuk mengantar-jemput ke tempatnya bekerja.

Fitri juga masih mendapat kerjaan dari guru ngaji dengan membantu sang guru menyetrika baju. Tidak hanya itu, Fitri juga sempat berjualan sayur mateng, garang asem, tahu dan lain-lainnya.

“Allah itu maha baik. Saya dipertemukan dengan orang-orang baik. Selama pekerjaannya halal saya kerjakan,” ucapnya penuh syukur.

Dari pekerjaan itu lah Fitri yang kini sudah memiiki satu cucu ini bisa bertahan membiayai sekolah 2 putrinya. Karena si sulung sudah menikah dan memiliki rumah tangga sendiri.

“Kadang-kadang saya khawatir juga..misalnya seperti kemarin, saya harus bayar Rp400 ribu untuk satu keperluan. Kira-kira saya bisa bayar nggak, cukup nggak. Ternyata ada saja jalannya dari Allah untuk memberi rezeki. Setelah saya kumpulkan uang hasil kerjaan yang tadinya saya kira tidak cukup ternyata cukup. Alhamdulillah. Mungkin bagi orang lain Rp400 ribu kecil tapi bagi saya Rp1000 pun sangat berarti,” ungkap Fitri.

Walaupun hidup yang dijalaninya tidak mudah, Fitri tetap bersyukur. Paling tidak, selama 3 tahun terakhir ini ia sudah bisa membuktikan kepada dirinya sendiri bahwa ia mampu mencari nafkah dari hasil keringatnya sendiri.

“Alhamdulilah, yang penting percaya dan yakin kepada Allah. Insya Allah semuanya bisa. Untuk yang memiliki nasib seperti saya, percaya lah bahwa Allah tidak akan menguji hambanya diluar batas kemampuan hambanya,” kata Fitri yang rutin membaca sholawat Jilbril ini.***